Tradisi kritis dikalangan sahabat menunjukkan bahwa mereka sangat peduli tentang kebenaran dalam periwayatan hadits : pertama, para sahabat, sebagaimana dirintis oleh al-Khulafa' al-Rasyidun, bersikap cermat dan berhati-hati dalam menerima suatu riwayat. Ini dikarenakan meriwayatkan hadits Nabi merupakan hal penting, sebagai wujud kewajiban
Jawaban: Alhamdulillah, wash sholatu was salaamu 'ala rasulillah. Amma ba'du: Al Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah menjawab: "Hadits yang diberikan dua penilaian sekaligus ini -yaitu hasan dan shahih- tidaklah lepas dari dua kemungkinan berikut ini: Pertama, bisa jadi hadits tersebut termasuk hadits yang gharib yaitu seorang perawi hanya Para ulama ahli hadis mengistilahkan "menerima dan mendengar suatu periwayatan hadis dari seseorang guru dengan menggunakan beberapa metode penerimaan hadis" dengan istilah al-Tahammul.1 Mahmud al-Tahhan dalam Tafsir Mustalah al-Hadith menjelaskan: menurut pendapat yang shahih, tidak ada persyaratan Islam dan baligh dalam penerimaan hadis Dengan demikian, instrumen penting dalam menerima periwayatan hadis ialah dengan cara melihat dari siapa riwayat tersebut disampaikan. Dalam disiplin ilmu hadis, pembahasan di atas dinamakan dengan Jarh wa Ta'dil. Para Ulama menspesifikasikan ilmu ini untuk mengupas para perawi hadis, baik dari segi integritasnya (keadilannya) maupuan1. Islam. Pada waktu meriwayatkan suatu hadits, maka seorang perawi harus muslim, dan menurut ijma', periwayatan kafir tidak sah. Seandainnya perawinya seorang fasik saja kita disuruh ber tawaqquf, maka lebih-lebih perawi kafir. Seorang rawi haruslah meyakini dan mengerti agama Islam, karena dia meriwayatkan hadits atau khabar yang berkaitan